Kegiatan literasi
di Kota Probolinggo seakan tidak pernah sepi. Selain Komunlis, ada juga Komunitas
Forum Lingkar Pena (FLP). Komunitas ini ada sejak tahun 2006.
(RIDHOWATI SAPUTRI)
Terbentuk sejak tahun 2006 Forum
LINGKAR Pena (FLP) sempat vakum selama 6 tahun. Yaitu sejak tahun 2010. Baru pada juni 2017, FLP bangkit lagi
sebagai wadah untuk membangun semangat berliterasi.
Rully Febriyanti, Ketua FLP
Probolinggo, mengungkapkan bangkitnya lagi FLP berawal dari grup literasi di whatsapp
pada tahun 2015. Kemudian diadakan workshop menulis dengan mengundang ketua
FLP Jawa Timur Rafif Amir.
“waktu itu workshop
dilakukan pada akhir desember 2016. Kemudian, oleh Ketua FLP Jawa Timur kami
disarankan membangkitkan lagi FLP Probolinggo yang telah lama vakum” ujarnya.
Akhirnya pada bulan juni 2017,
FLP Probolinggo kembali aktif, dengan di ketuai Rully Febriyanti. Generasi baru
ini pun mengajak pengurus lama untuk bergabung. “ada tiga pengurus lama yang
bergabung disini” ujarnya.
Yang menraik, setiap FLP harus
memiliki rumah baca. “untuk Probolinggo rumah bacanya ada disini, di sebut
Rumah Cahaya yaitu Rumah untuk Membaca dan Berkarya” jelasnya.
Sebulan sekali dilakukan
pertemuan di rumah baca ini. “biasanya ada kegiatan motivasi untuk memacu
semangat menulis dan membaca. Juga ada kegiatan kelas menulis yang juga
mengundang penulis dari luar Probolinggo” ujarnya.
Saat ini, FLP menargetkan untuk
menggelara kegiatan bedah buku bersama dan menyusun antologi FLP. “antologi ini
karya peserta writing challenge. Bisa puisi, bisa cerpen”.
Ada Tantangan Membaca dan Menulis
Saat ini anggota yang aktif Forum
Lingkar Pena (FLP) Probolinggo berjumlah 23 orang.
“Dari 23 orang itu, 6 anggota
senior, lainnya masih tinggkat pelajar SMP dan SMA” ujar Isma Putri, devisi
kaderisasi.
Isma menjelaskan, anggota SMP dan
SMA ini awalanya mengikuti workshop pertama. “Mereka kan meninggalkan no HP,
kemudian kami hubungi kembali ketika FLP akan dihidupkan lagi” ujarnya.
Namun bukan hal yang mudah untuk
menghidupkan minat baca dan menulis pada para pelajar ini. “biasanya kan kadang
moodnya bagus untuk ikut kegiatan FLP, tapi kadang kurang semangat. Makanya kami
membuat gebrakan berupa tantangan (challenge) agar mereka tetapa semangat”
ujarnya.
Rully menambahkan, untuk
menumbuhkan minat baca dan menulis ini, ada kegiatan reading challenge
(tantangan membaca) dan writing challenge (tantangan menulis). “Tantangan
membaca ini kami lakukan setiap hari. Berapa lembar halaman buku yang setiap
harinya dibaca” ujarnya.
Namun yang diabaca harus novel,
bukan koran atau majalah. “Termasuk Alquran tidak dihitung dalam reading
challenge ini. Jadi hanya berupa novel saja” ujarnya.
Sebagai evaluasi, setiap hari
absen di grup sambil menyampaikan berapa lembar buku yang dibaca dalam
sehari-hari. “Karena hanya ditarget maka absensi laporan membaca dilakukan
setiap hari.” Ujarnya.
Sementara writing challenge
dilakukan sebulan sekali. Sebab menulis berbeda dengan membaca. Karena itu
dilakukan sebulan sekali.
Untuk writing challenge
biasanya dilakukan dengan mengambil tema tertentu. “Bentuk tulisannya bebas. Kadang
ada yang suka menulis puisi, maka dibuat dalam bentuk puisi. Kalau ada yang
suka cerpen maka dibuat dalam bentuk cerpen.” ujarnya.
Dengan adanya tantangan seperti
ini mampu memacu peserta untuk lebih banyak membaca, dan lebih banyak menulis. “Bagi
yang menang dalam tantangan akan mendapat hadiah. Biasanya hadiahnya berupa
buku.” ujarnya (hn)
Fachmi Anisa Ragil
Menulis Jadi Sarana Dakwah
Bagi fachmi Anisa Ragil, warga Kelurahan
Rebeng Wetan, Kecamatan Kodopok, Kota Probolinggo, menulis bukan hanya mencatat
kata perkata di atas kertas, atau mengetik menggunakan komputer. Menulis juga
merupakan media dakwah untuk menyiarkan syiar-syiar agama islam.
“Menulis bagi saya itu media
dakwah. Kita bisa menyampaikan pesan-pesan dan nasehat melalui tulisan. Tulisan
itu akan abadi.” ujar Fachmi.
Hal inilah yang membuat fachmi
tertarik dengan kegiatan literasi. Bahkan sejak tahun 2007 atau sejak masih
SMP, dia sudah aktif di Forum Lingkar Pena (FLP). Ketika FLP dibentuk lagi pada
tahun 2017, Fachmi pun bergabung lagi.
Selain itu Fachmi pun telah
memiliki karya yang telah dipublikasikan. Karya tersebut dibuat Fachmi bersama
dua rekan lainnya dan berhasil menang lomba penulisan cerpen anak yang diadakan
Penerbit Indiva.
“Itu karya bersama yang saya
tulis bersama dengan Amalia Dewi Fatimah dan Aisyah Al Humairah. Judul ceritanya
adalah Fathia si Anak Shalihah” ujar guru SDIT Permata ini.
Cerpen tersbebut menceritakan
kisah Fathia, siswa SD yang memiliki peliharaan seekor kucing. Sayangnya si
kakak tidak suka dengan kucing tersebut.
“Akhirnya, kucing itu dibuang
kakaknya. Fathia pun mencari dan menemukan bahwa kakaknya yang membuang
kucingnya. Fathia kemudian menyampaikan salah satu hadits Nabi yaitu, kalau
tidak sayang, maka Allah juga tidak akan menyayangi.” ujar Fachmi menceritakan
garis besar cerpen yang dibuat bersama rekannya. (hn)
*Berita ini telah dimuat di Radar Bromo, Ahad 18 Maret 2018, Halaman 28 pada rubrik SUNDAY COMMUNITY
Kapan Gresik menyusul
BalasHapus