Ide-ide menulis karya sastra sebenarnya tidak jauh-jauh dari apa yang
terjadi pada kehidupan sehari-hari di sekitar kita. Pula, tulisan yang baik
akan tercipta bila penulisnya mampu membaca setiap peristiwa tersebut dengan
jeli. Hal inilah yang tengah dipelajari dan dilakukan oleh beberapa anggota
Forum Lingkar Pena Surabaya.
Pada Minggu (11/2) lalu FLP Surabaya sukses melangsungkan acara launching
dua buku karya para anggota, yakni Antologi Puisi 'Menggaris Sepi' karya Ihdina
Sabili dan Antologi Puisi '11' karya Tim Sebelas-demikian mereka menyebutnya.
Tim Sebelas ini merupakan anggota baru FLP Surabaya yang pada bulan Agustus
2017 telah dikukuhkan. Acara yang dilaksanakan di BG Junction, Surabaya ini
dihadiri oleh puluhan peserta dari berbagai daerah di Jawa Timur.
Bukan tanpa sebab mereka para penulis ini membuat antologi puisi tersebut.
Ihdina misalnya, pada sesi bedah karyanya mengisahkan bahwa puisi dipilih
sebagai karya tulisnya karena di dalamnya selalu ada makna yang begitu
menyentuh. Proses kreatifnya pun tidak selalu sederhana. Perlu
perenungan-perenungan panjang untuk dapat menciptakan bait-bait puisi yang
memiliki pesan mendalam.
Sementara itu, pada sesi selanjutnya giliran Tim Sebelas yang berbagi
cerita mengenai antologi puisi 11 mereka. Judul '11' dipilih atas kesepakatan
tim yang menunjukkan bahwa puisi-puisi di dalamnya ini ditulis oleh 11 orang
dengan karakter dan latar belakang kehidupan yang berbeda-beda. Tema yang
diangkat dalam puisi-puisi mereka adalah sosial dan mereka menuliskannya dengan
gaya serta pemaknaan masing-masing.
"Pada awalnya ini kami mengangkat tema sosial, tapi teman-teman di
sini memiliki pemaknaan tersendiri pada tema tersebut makanya akhirnya puisinya
jadi lebih berwarna. Ada yang tentang kehidupan, keluarga, hingga cinta,"
ungkap Aisya, salah satu penulis Antologi Puisi 11.
Moderator sesi tersebut, Dyah Ayu Pitaloka pun menyampaikan bahwa
puisi-puisi yang ada dalam buku '11' memang memiliki keunikan tersendiri.
Acara launching yang dihadiri puluhan peserta ini ditutup sempurna dengan
sesi diskusi bersama penyair legendaris D. Zawawi Imron. Pada kesempatan
tersebut Abah Zawawi, demikian panggilan akrabnya, berbagi ilmu mengenai
bagaimana puisi seharusnya bisa menggambarkan potret sosial dan budaya
masyarakat.
Menurutnya, jika kita tidak memiliki kepekaan maka kita tidak bisa
merasakan keindahan. Itulah mengapa dalam menulis karya sastra, tak terkecuali
puisi, kita perlu peka terhadap sekitar.
"Kalau ada kepekaan budaya dalam diri kita, maka akan ada rasa saling
menghargai," kata Abah Zawawi.
Tak hanya berbagi ilmu, Abah pun memberikan penampilan spesialnya dengan
membacakan puisinya di hadapan para peserta, yakni puisi Ibu. Dan di akhir sesi
bincang santai tersebut Abah Zawawi berpesan, "berpuisi itu tidak untuk
diri sendiri melainkan untuk kemanusiaan. Banyak-banyaklah merenung untuk
kepekaan."
Dari pelaksanaan acara tersebut diharapkan peserta mendapatkan inspirasi
dan motivasi untuk menulis karya puisi yang menggugah dan menumbuhkan kepekaan
bagi masyarakat sekitar.
Laporan Gendhis Arimbi
Tidak ada komentar